Kamis, 16 April 2015

Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf


Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf

  A. Biografi Ringkas
Nama lengkap beliau adalah Ya’qub ibn Ibrahim ibn Sa’ad ibn Husain Al-Anshori. Ia lahir di Kufaah pada tahun 113 H (731 M) dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 182 H (798 M).[1] Beliau merupakan tokoh pemikir islam yang hidup di akhir-akhir masa dinasti Bani Umayah hingga masa Bani Abasyiah. Adapun karya-karya beliau yang merespon beberapa gejala dan problematika masyarakat yang berkenaan dengan tatanan kehidupan sosial dan agama adalah kitab al-Athar, kitab Ikhtilāf Abī Hanīfah wa Ibni Abī Laila, kitab al-Radd ‘ala Siyar al-Auza’i, kitab Adabu al-Qadly, kitab al-Maharij fi al-Haili dan kitab al-Kharāj.[2]


 Beliau dilahirkan dari keluarga miskin disebuah desa kecil di Baghdad, Irak. Sewaktu kecil beliau sudah harus ikut bekerja bersama orang tuanya. Ayahnya menyuruh untuk bekerja sebagai pembersih pakaian yang sudah lusuh agar terlihat rapi kembali, tetapi kecintaannya pada ilmu membuat beliau sering absen untuk tidak bekerja. Beberapa kali ayah Abu Yusuf harus menyeret beliau untuk keluar mesjid agar tetap bekerja, karena keluarga mereka yang memiliki banyak anak dan saudara membutuhkan sesuatu untuk makan. Entahlah, Abu Yusuf tetap pada pendiriannya, setiap kali ayahnya pulang setelah menyeret beliau keluar mesjid dan menyuruh bekerja membersihkan pakaian, dia kembali lagi ke mesjid mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh Abu Hanifah. [3]    

Setelah menikah, Abu Yusuf semakin rajin mendatangi halaqah keilmuan yang diisi oleh Abu Hanifah, seorang ulama pendiri mazhab Hanafi, mazhab fiqih tertua dalam Islam sebelum mazhab Maliki, mazhab Syafi’i, mazhab Hanbali maupun mazhab lain.

Hingga pernah suatu kejadian, ketika Abu Yusuf pulang pada malah hari dan seharian belum makan, dia meminta kepada istrinya untuk dibuatkan makan malam dan istrinya dengan rasa hormat ke dapur dan membawa nampan yang ditutupi oleh kain. Ketika Abu Yusuf dengan perasaan bahagia membuka kain yang ada di atas nampan piring itu, dia begitu kaget : “ Hah.... Buku.!?”. “Ya.... suamiku, itulah yang kau hasilkan dari kerjamu di siang hari, maka makanlah buku itu pada malam hari,” jawab istrinya. Abu Yusuf bersabar atas perlakuan istrinya, beliau tahu diri dan tidur dalam kelaparan.
Saat Abu Hanifah mersakan bahwa beliau tidak lama lagi hidup di dunia, beliau berpesan kepada murid tercintanya Abu Yusuf : “ Aku menyimpanmu kelak untuk umat Islam”. Sesaat setelah Abu Hanifah meninggal, Abu Yusuf bersama keluarganya hijrah ke Baghdad, yang saat itu menjadi pusat kekuasaan Islam yang dipimpin oleh Harun Al-Rasyid dari Bani Abassyiah. Dengan ilmunya yang sempurna, yang beliau peroleh sejak kecil dari gurunya bernama Abu Hanifah, dalam waktu yang tidak cukup lama. Abu Yusuf mendapatkan posisi strategis di pemerintahan Baghdad.[4]

B.     Pemikiran Ekonomi

Abu Yusuf menjabat sebagai Qodli Qudhat yaitu hakimnya para hakim pada dinasti Abasyiah. Atas permintaan dari khalifah Harun Al-Rasyid beliau menulis kitab yang berjudul Al-Kharaj atau biasa dikenal dengan istilah Kitab Al-Risalat fi Al-Kharaj ila Al-Rasyid yang artinya Kitab tentang perpajakan yang ditulis untuk Harun Al-Rasyid. Kitab tersebut berisikan tentang pemikiran-pemikiran beliau dalam bidang ekonomi.

Adapun pemikiran-pemikiran ekonomi beliau yang dibahas dalam kitab Al-Kharaj secara ringkas adalah, sebagai berikut :

1.      Kebijakan Fiskal

Abu Yusuf adalah seorang ulama fiqih  pertama yang mencurahkan perhatiannya pada permasalahan ekonomi.  Tema yang kerap menjadi sorotan dalam kitabnya terletak pada tanggungjawab ekonomi penguasa terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat, pentingnya keadilan, pemerataan dalam pajak serta kewajiban penguasa untuk menghargai uang public sebagai amanah yang harus digunakan sebaik-baiknya.[5]
     
Abu Yusuf menganalisis permasalahan-permasalahan fiscal dan menganjurkan beberapa kebijakan bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
     
Konstribusi  yang lain adalah dengan menunjukan keunggulan sistem pajak proporsional (muqasamah) menggantikan sistem pajak tetap (misahah atau waziah) pada tanah. [6] Menurut beliau hal ini lebih adil dan menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Dalam menggunakan dana public, beliau mengungkapkan pentingnya pembangunan infrastruktur untuk mendukung produktifitas dalam meningkatkan pendapatan negara.

2.      Pendapatan Negara

Pendapatan Negara telah dijelaskan dalam kitab Al-Kharaj karya Abu Yusuf secara rinci walaupun tidak secara sistematis. Pemabahasan tentang pendapatan negara berdasarkan kitab Al-Kharaj adalah sebagai berikut :

a.       Kharaj (pajak atas tanah)
Kharaj merupakan pajak yang diberikan atas tanah rampasan dari orang kafir  baik melalui peperangan maupun perdamaian.
Kebijakan mengenai kharaj yang disarankan Abu Yusuf mengikuti kebjakan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khatab. Ketika kaum muslimin berhasil merebut tanah dari kaum kafir, tanah tersebut tidak dibagikan kepada kaum muslimin namun tetap dibiarkan untuk dimanfaatkan oleh pemiliknya dengan membayar kharaj kepada pemerintah. 

b.      Usyur (bea cukai)
Pajak Usyur tidak hanya dikenakan atas barang yang dibawa masuk ke negara Islam untuk dijual saja. Barang-barang yang dibeli dari negara Islam untuk diperdagangkan juga dikenai pajak, sebagaimana waktu pemungutan usyur juga hanya satu tahun sekali.[7]
Pemungutan usyur memiliki batasan yaitu pertama, barang yang dikenakan usyur bernilai 200 dirham atau diatasnya jika dibawah itu tidak dikenakan usyur, kedua usyur tidak dikenakan bagi barang pribadi yang tidak diperdagangkan, ketiga besarnya adalah 2,5 % untuk muslim, 5% untuk ahlu dzimah, dan 10 % untuk ahlu harbi keempat jika kaum muslimin melintasi pos usyur dengan membawa barang dagangan namun bersumpah telah membayar zakatnya, maka 2,5% usyur tidak lagi dikenalkan, dan yang kelima barang yang diharamkan Islam tetap dikenakan usyur jika mencapai nilai minimal 200 dirham.

c.       Ghonimah  
Ghanimah adalah segala sesuatu yang dikuasai oleh kaum muslimin dari harta orang kafir melalui peperangan.[8] Sehingga ghanimah bisa juga  disebut sebagai harta rampasan perang. Terlepas dari hal itu, Abu Yusuf memiliki pandangan yang berbeda mengenai ghanimah, menurut beliau ghanimah bukan hanya harta rampasan yang diperoleh dari peperangan, namun harta-harta yang terkandung dalam perut bumi juga termasuk dalam kategori ghanimah.  Menurut Abu Yusuf hasil dari ghanimah ini harus dibagikan secara adil sebagaimana firman Allah Swt :

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnusabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Qs. Al-Anfal : 41)

Jadi, 1/5 dari ghanimah akan dijadikan sebagai pendapatan public yang akan digunakan untuk anak yatim, ibnu sabil dan orang-orang miskin, sedangkan sisanya untuk prajurit yang berperang.  

d.      Jizyah
Jizyah adalah hak yang diberikan Allah swt kepada kaum muslimin dari orang-orang kafir, karena adanya ketundukan mereka kepada pemerintahan Islam.[9] Atau secara sederhananya jizyah adalah pajak yang diberikan kepada non-muslim yang bertempat tinggal di Negara Islam.
Abu Yusuf berpendapat bahwa jizyah diwajibkan bagi semua kafir dzimmi, baik yang diwilayah Samad (Irak), dan seluruh wilayah yang dihuni kaum Nasrani, Yahudi, dan Majusi (zoroaster), Shabi’in dan Samirah, kecuali kaum Nasrani dari Bani Taglib, bagi mereka ada perlakuan khusus. Hal menarik untuk diperhatikan adalah perlakuan khusus terhadap kaum Nasrani dari Bani Taglib adalah mereka tidak dikenakan jizyah, justru dikenakan zakat seperti kaum muslimin, hanya saja mereka harus membayar dua kali lipat zakat.[10] Jizyah ini hanya dikenakan kepada orang yang mampu saja, jizyah tidak dikenakan kepada kaum miskin serta golongan mustahik zakat.

e.       Zakat
Zakat merupakan kewajiban bagi orang-orang Islam. Zakat merupakan salah satu instrumen pendapatan negara yang dananya diberikan untuk para msutahik. Abu Yusuf tidak membahas secara detail tentang zakat, beliau hanya menjelaskan zakat secara umum serta keadilan dalam pendistribusiannya.

3.      Pengeluaran Negara  

Abu Yusuf tidak membahas secara sistematis tentang pengeluaran Negara dalam kitab Al-Kharaj, namun di dalam kitab tersebut setidaknya terdapat lima point pengeluaran negara yaitu pertama gaji pegawai negeri, kedua pertahanan militer, ketiga pembangunan infrastuktur, keempat memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan yang kelima fasilitas untuk narapidana.

Reference
Nur Chamid M.M,2010, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta :
            Pustaka Pelajar
Nurul Huda dan Ahmad Muti,2011, Keuangan Publik Islam, Bogor : Ghalia Indonesia
Rahmani Timorita Yulianti, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf, Universitas Islam
            Indonesia (Paper)
 Taqyuddin An-Nabhani, 2009, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif : Perspektif Islam,
            Surabaya : Risalah  Gusti







[1] Nurul Huda dan Ahmad Muti,2011, Keuangan Publik Islam, Bogor : Ghalia Indonesia
[2] Rahmani Timorita Yulianti, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf, Universitas Islam Indonesia (Paper)
[3] Nurul Huda dan Ahmad Muti ,op.cit, hal 53
[4] Nurul Huda dan Ahmad Muti ,op.cit, hal 53
[5]Drs. Nur Chamid M.M,2010, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
[6]Ibid, hal 155.
[7]Nurul Huda dan Ahmad Muti ,op.cit, hal . 91
[8] Drs. Nur Chamid M.M, op.cit, hal 157.  

[9] Taqyuddin An-Nabhani, 2009, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif : Perspektif Islam, Surabaya : Risalah  Gusti
[10] Nurul Huda dan Ahmad Muti ,op.cit, hal 102

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Teori Perdagangan

  Teori Keunggulan Absolut – Adam Smith             Keunggulan absolut (absolute advantage) merujuk pada kemampuan sebuah negara, wilayah,...